Minggu, 18 Januari 2015

Sisi Lain dari Perjalanan Spiritual Umroh

Alhamdulillah pada 22 Desember 2014 lalu, saya berkesempatan lagi, kali ini berdua bersama suami, untuk mengunjungi tanah suci yang selalu dirindukan umat Muslim. Beda halnya dengan tempat wisata yang tidak selalu meninggalkan kesan baik atau memberi kepuasan bagi yang pernah mengunjunginya, maka tanah suci Mekkah dan Madinah ini akan selalu membuat rindu siapapun yang pernah mendatanginya. Meskipun pengalaman tidak menyenangkan juga sering dialami di tempat ini, namun ruh dan perasaan yang berbeda ketika berada di sini yang mungkin membuat kita suatu saat setelah kembali dari sana akan menginginkan kesempatan untuk mendatanginya lagi.

Mengenai proses, tips, dan catatan perjalanan, mungkin sudah banyak teman blogger yang telah membagi pengalamannya dengan sangat informatif dan menarik. Dan saya agak kesulitan kalau harus membuat narasi catatan perjalanan karena sering lupa detailnya :)

Di blog ini saya sekedar ingin menuliskan kesan, sharing beberapa hal, dan mungkin "uneg-uneg" yang bisa dituangkan di sini. Mungkin agak berkesan negatif, tapi saya tidak bermaksud menjudge karena yang negatif itu bisa jadi prasangka atau subyektifitas saya menilai sesuatu. Dan saya rasa blog ini adalah wadah yang paling pas untuk mencatat itu semua.

1. Cara Berpakaian
Dengan aturan syariah yang diterapkan di kota suci, Alhamdulillah sebagian jamaah memang menjadi terbiasa dengan hal-hal yang tidak biasa. Salah satunya dalam hal menutup aurat. Ada yang sehari-hari tidak berjilbab, menjadi berjilbab, atau yang sudah berjilbab ala kadarnya, di sana mengenakan jilbab yang lebih panjang dan tertutup serta baju model abaya. Tetapi jamaah Indonesia yang saya amati sering berpakaian kurang pantas di masjid, misalnya karena di Arab tidak umum mengenakan mukena ketika sholat (karena baju dan jilbab sudah memenuhi syarat menutup aurat), maka banyak yang mengenakan baju sekenanya untuk sholat di masjid. Bahkan ada yang memakai seperti baju tidur atau daster dan jilbab serta kaos kaki. Kalau begini, apa gak mendingan memakai mukena saja? kalau pakai daster berarti kan justru penurunan dibanding pakaian sholat yang dipakai di tanah air.

Selain itu, beda dengan orang Arab atau Timur Tengah yang memakai abaya hitam tanpa banyak model, baju orang Indonesia memang lebih fashionable, colorful, dan menarik. Dalam batas tertentu memang gak ada salahnya, bahkan memberikan image yang rapi dan bersih pada pemakainya. Tapi banyak juga yang berlebihan dalam hal model seperti renda-renda, rumbai2, blink2, dan warna yang terlalu mencolok. Lebih seperti mau fashion show daripada ke masjid. Ditambah lagi dengan dandanan yang aduhai, bukan menundukkan pandangan laki-laki tapi malah memancingnya.

2. Menjaga Kebersihan
Seharusnya tempat suci lebih kita jaga kesuciannya, dan awal dari kesucian adalah kebersihan. Tapi kenapa ya banyak yang masih suka membuang sampah seenaknya, tidak menjaga kebersihan toilet, kebersihan hotel, bahkan kebersihan masjid, misalnya dengan meninggalkan gelas bekas air di tempat sholat begitu saja. Meskipun ada petugas kebersihan, bukankah jamaah juga harus perduli dengan kebersihan masjid? Bahkan di area minum air zam-zam lantai menjadi basah dan becek karena banyak yang menumpahkan air.

Satu hal lagi yang konyol, ada saja tangan jahil yang mau mencoret-coret area masjid atau tempat ziarah dengan menuliskan nama. Entah apa maksudnya, tapi dari yang pernah saya dengar untuk mendoakan nama orang yang ditulis tersebut. Kalau begitu bukan hanya mengotori tapi sudah cenderung praktik khurafat, dan ini di tanah suci!

3. Ketertiban dan Kesabaran
Sejak sebelum berangkat, satu hal yang selalu diingatkan adalah kesabaran, karena ibadah ini juga merupakan ibadah yang menguji kesabaran. Tidak heran kalau ini yang selalu diingatkan karena memang setelah mengalami di sana kita harus menggunakan stok kesabaran sebanyak mungkin. Tidak ada senjata yang lebih ampuh selain semangat dan kesabaran agar ibadah kita khusuk. Dan ini tidak semuah mengucapkannya, pasti selalu ada saja ujian kesabaran yang kita mungkin tidak bisa lewati. Terutama hal-hal kecil yang sering tidak disadari.

Ujian sabar itu sudah terjadi mulai dari berangkat ketika masih di tanah air, mungkin kita sudah bertemu dengan teman satu rombongan yang "tidak cocok" tapi harus bersabar dan menyadari bahwa setiap orang berbeda. Ujian di perjalanan juga ada mulai dari masalah transportasi sampai pengaturan oleh travel agent. Lalu banyak lagi masalah di hotel atau pemondokan yang tidak sesuai harapan, mungkin yang paling terasa antrian di lift dan makanan. Kemudian prosesi ibadah, yang mengharuskan kita tertib dan tidak mengganggu orang lain. Namun untuk urusan ini, karena mungkin ingin mencari pahala sebanyak-banyaknya, banyak yang mengabaikan kesabaran dan kepentingan orang lain. Wallahualam nilai ibadah kalau sudah tercemari dengan tindakan yang "menzalimi" orang lain. Dan ini bukan hanya jamaah Indonesia tapi juga ditunjukkan oleh perilaku jamaah negara lain.

4. Praktik yang Jauh dari Tuntunan

Sering juga kita lihat, bahwa tempat ibadah atau ziarah itu dimaknai dari fisiknya, bukan sejarahnya. Seperti Ka'bah yang sering diusap-usap ke wajah entah untuk mengharap apa, atau menempel ka'bah sambil menangis terisak-isak lamaa sekali sampai harus diusir askar, saya khawatir jadi seperti di tembok ratapan Yahudi, maaf kalau memakai istilah ekstrim tapi memang pemandangannya terlihat ekstrim. Ada juga yang berdoa di makam baik makam Rasul dan sahabat dan sering diingatkan askar untuk segera pindah. Belum lagi yang mengambil sesuatu dari tempat ziarah untuk disimpan sebagai jimat, atau meninggalkan sesuatu titipan orang lain agar bisa datang ke tempat tersebut. Astagfirullah, semoga ibadah ini bisa menjauhkan kita dari kesyirikan. Di tempat ziarah ini biasanya dipasangi papan peringatan untuk mencegak praktik syirik

Papan Peringatan di jabal Uhud

Banyak lagi hal-hal ironis yang mewarnai niat lurus untuk beribadah di tanah suci ini. Kita hanya bisa bercermin dan banyak instrospeksi diri, termasuk saya sendiri, tentang bagaimana nilai ibadah kita, bukan hanya dari kuantitas tapi juga kualitasnya.

Inshaallah bila ada kesempatan akan saya tuliskan lagi sharing tentang keutamaan ibadah haji dan umroh yang ditulis di buletin Masjidil Haram.