Jawa Timur daerah asalku tercinta memang menawarkan sejuta
pesona terutama pemandangan pantai dan gunungnya. Pada edisi liburan pulang
kampung akhir bulan Maret lalu, aku dan keluarga kakak, tentu dengan keponakan
krucils, sudah merencanakan untuk mendaki gunung Ijen.
Buat aku, mbak dan mas iparku, mendaki Ijen bukan kali
pertama. Kami sudah pernah ke sana sekitar 10 tahun lalu alias jaman jebot,
waktu kawah Ijen belum sepopuler sekarang. Kondisi waktu itu masih
memprihatinkan…#lebay ah. Saat itu medan ke Ijen sangat menantang karena
jalanan untuk mobil yang rusak parah, mulai dari Wanasari-Sempol,sampai
Paltuding. Dulu ke sana dengan mbakku dan teman2 bawa mobil ayah yang mungil dan bener-bener
gak cocok buat medan offroad kayak gitu, terus pamitnya bukan pergi ke Ijen lagi.
Jadi merasa bersalah kalau inget itu.
Tapi jaman sudah berubah. Alhamdulillah pemerintah dan
mungkin didukung PTPN XII punya kesadaran untuk mengambangkan kawasan Ijen yang
potensial untuk wisata, berdasar keterangan dari ayahku yang belum lama pergi
ke sana, jalan akses ke Ijen sudah baik. Big Smile :)
Dari rumahku di Jember ke Ijen yang masuk wilayah Bondowoso-Banyuwangi, perjalanan dengan mobil bisa ditempuh sekitar 2 jam sampai titik pendakian Paltuding. Jalur yang diambil dari arah Jember biasanya lewat Bondowoso-Wonosari-Sempol-Paltuding. Papan petunjuk sekarang sudah lengkap, untuk yang baru ke sini pun tidak ada kesulitan. Selepas desa Wonosari kita akan menemui jalanan yang berbelok-belok naik-turun dan cukup sempit karena memang sudah masuk area pegunungan. Tapi syukurlah, sudah halus mulus jauh berbeda dengan dulu, meskipun ada lobang hanya di beberapa titik saja. Di sini kita sudah merasakan udara dingin apalagi bila perjalanan di malam hari.
Peta Kawasan Pegunungan Ijen |
Sekitar jam 8 malam kami baru memasuki wilayah desa Sempol. Setelah melewati medan antah-berantah, rasanya surprise menemukan desa yang cukup padat penduduk di areal yang dikelilingi perkebunan kopi milik PTPN XII ini. Kebanyakan warga desa di sini adalah pegawai perkebunan, rumah-rumah yang kami lalui adalah rumah dinas atau afdeling para pekerja perkebunan. Suasana desa yang tenang, rapi, dan asri sangat terlihat sini. Semua halaman rumah ditanami bunga dan sayuran yang hanya bisa tumbuh di daerah tinggi dan dingin seperti di sini. Sayangnya saat itu sudah malam sehingga gak bisa berfoto2. Foto yang ada di sini aku ambil saat kembali dari Ijen di waktu siang esoknya. Kami berhenti di sebuah masjid yang cukup besar untuk menunaikan sholat magrib dan isyak. Jangan kaget kalau pas wudlu rasanya seperti disiram air es, freezing. Namanya juga di kaki gunung.
Polsek Sempol |
Usai sholat dan istirahat sejenak, kami lanjutkan perjalanan ke Paltuding yang sudah gak jauh lagi. Ternyata untuk masuk kawasan ini, kita harus mampir ke 3 pos jaga. Di setiap pos jaga kita harus mengisi buku tamu dan biasanya sih menaruh "uang rokok" untuk penjaganya, tapi tidak ditentukan nilainya...seikhlasnya.
Start pendakian di Paltuding |
Sampai di Paltuding sudah hampir jam 10 malah, ternyata di sana sudah ada beberapa mobil yang tiba sebelum kami. Mereka sedang asik ngopi-ngopi dan makan di warung yang kelihatannya buka 24 jam, gak kalah sama indomaret. Di sinilah kami harus memarkir mobil dan memulai aktivitas pendakian. Biasanya orang-orang mendaki mulai jam 2 dini hari, untuk mengejar sunrise (meskipun sunrise tidak terlihat dari kawah) dan terutama menghindari asap belerang beracun yang biasanya muncul jam mulai 8-9 pagi. Aku dan keluarga-pun beristirahat dulu, tidur dalam mobil menunggu waktunya mendaki.
Terbangun jam 2 dini hari, kami tidak langsung melakukan pendakian, karena beberapa orang minta isi bahan bakar dulu alias makan. Rombonganku memang special karena membawa ponakan yg masih berusia 12 dan 9 tahun Rafli dan Abi, sepertinya peserta pendaki paling kecil saat itu. Karena itulah kami perlu persiapan extra terutama untuk menjaga kondisi si kecil. Selesai makan barulah kami mulai hiking bersama rombongan-rombongan lain yang cukup banyak juga. Jumlah yang banyak ini cukup memudahkan kami untuk menempuh jalur pendakian yang gelap dan menghilangkan rasa tegang. Dan kekhawatiran kami takut keponakan kecilku tidak kuat mendaki ternyata salah! Entah karena semangat atau memang stamina, atau umur yang masih sangat muda mereka justru selalu berjalan di depan, sementara 2 peserta perempuan (aku dan kakakku) ternyata menjadi peserta yang paling banyak minta berhenti karena ngos-ngosan. Salut banget sama Rafli dan Abi, 2 thumbs up!
makan di tepi kawah |
The Ijen Crater |
the hikers |
Tentang kawah Ijen, kawah ini merupakan puncak gunung Ijen
yang berada di ketinggian 2386 mdpl. Menurut satu sumber merupakan kawah
terasam di Dunia dengan ph 0.5 dan kawah terbesar di pulau Jawa dengan luas
sekitar 5.466 hektar yang berbentuk elips. Kedalaman danau sekitar 200 m dan
volume sekitar 36.000.000 m kubik air asam beruap. Keunikan dan keistimewaan
Ijen yang tidak dimiliki gunung-gunung lain ini memang pantas membuat kawasan
Ijen manjadi popular dan semakin ramai dikunjungi.
Berlatar gunung Raung |
try the challenge? |